Wednesday, 28 December 2016

Anak Kecil Penjual Kue

Seorang pemuda yang sedang lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang telah dipesan.

Saat pemuda itu makan datanglah seorang anak kecil laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, "Pak mau beli kue, Pak?" Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan".

Anak kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut menjawab "Tidak dek saya sudah kenyang".

Setelah pemuda itu membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan bunda.

Mungkin anak kecil ini berpikir "Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh buat orang dirumah".
Ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.

Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjaja kue menawarkan ketiga kali kue dagangan. "Pak mau beli kue saya?", pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp 1.500,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja. "Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik".

Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta.

Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan kepada orang lain. "Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?".

Anak kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama ibu di rumah, ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis".

Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa "kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses bekerja menjajakan kue, ia berpikir kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang.

Suatu pantangan bagi ibunya, bila anaknya menjadi pengemis, ia ingin setiap ia pulang ke rumah melihat ibu tersenyum menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia balas dengan kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.

Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan", ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik.

***

2 Tesalonika 3:10b "...., jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."

Tuesday, 27 December 2016

Bocah Pemotong Rumput

Cakep nih.., mengevaluasi apa yang kita kerjakan di tahun 2016 untuk memastikan kualitas yang lebih baik di tahun 2017

Seorang bocah laki-laki masuk ke sebuah toko. Ia mengambil peti minuman dan mendorongnya ke dekat pesawat telepon koin. Lalu, ia naik ke atasnya sehingga ia bisa menekan tombol angka di telepon dengan leluasa. Ditekannya tujuh digit angka. Si pemilik toko mengamati terus tingkah bocah ini dan menguping percakapan teleponnya.

Bocah: "Ibu, bisakah saya mendapat pekerjaan memotong rumput di halaman Ibu?"

Ibu (di ujung telepon): "Saya sudah punya orang untuk mengerjakannya".

Bocah: "Ibu bisa bayar saya setengah upah dari orang itu".

Ibu: "Saya sudah sangat puas dengan hasil kerja orang itu".

Bocah (dgn sedikit memaksa): "Saya juga akan menyapu pinggiran trotoar Ibu dan saya jamin di hari Minggu halaman rumah Ibu akan jadi yang tercantik di antara rumah-rumah yang berada di kompleks perumahan ibu".

Ibu: "Tidak, terima kasih".

Dengan senyuman di wajahnya, bocah itu menaruh kembali gagang telepon. Si pemilik toko, yang sedari tadi mendengarkan, menghampiri bocah itu.

Pemilik Toko: "Nak, aku suka sikapmu, semangat positifmu, dan aku ingin menawarkanmu pekerjaan".

Bocah: "Tidak. Makasih".

Pemilik Toko: "Tapi tadi kedengarannya kamu sangat menginginkan pekerjaan".

Bocah: "Oh, itu, Pak. Saya cuma mau mengecek apa kerjaan saya sudah bagus. Sayalah yang bekerja untuk Ibu tadi!"

Hikmah yang bisa kita petik, sebaiknyalah kita mengevaluasi tentang apa yang kita kerjakan di tahun 2016 untuk memastikan kualitas yang lebih baik di tahun 2017

WAKTU seperti sungai, kita tidak bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya, karena air yang telah mengalir akan terus berlalu dan tidak akan pernah KEMBALI.

Tahun Baru 2017 tinggal beberapa hari lagi, kita akan sambut dengan tetap menjaga ke ikhlasan, ketulusan, kejujuran dan berdamai dengan semua orang.

Thursday, 8 December 2016

Pak Bagus

Ada seorang teman, Pak Bagus namanya.

Beliau adalah seorang guru yang sangat ceria, menyenangkan dan kocak.

Siapapun yang berada di dekatnya merasa gembira ria.

Keunikannya adalah bahwa ia selalu berkata, "Bagus itu!" untuk segala hal. Di matanya segalanya adalah karunia.

Hujan?
"Bagus itu, banyak berkah, saatnya berdoa"

Sakit?
"Bagus itu, saatnya untuk beristirahat"

Tidak naik kelas?
"Bagus itu, jadi kamu bisa belajar lebih dalam"

Dipecat?
"Bagus itu, saatnya belajar sungguh-sungguh menjadi pengusaha"

Di sisi lain ia perfeksionis luar biasa. Ia bisa melihat kesalahan sampai titik koma sekalipun. Bedanya dengan guru lain, ia tak pernah marah hanya gara-gara kurang titik koma. Ia akan dengan sangat teliti memberikan masukan.
"Tulisan kamu bagus. Kamu cukup kritis dan analitis. Supaya lebih sempurna, coba pelajari bagaimana kamu bisa menyusun kata-kata agar lebih meyakinkan. Bagus itu, kamu jadi tahu dan bisa belajar lebih baik lagi."

"Bagus itu" tak pernah ketinggalan.

Baginya semua muridnya punya perjalanannya masing-masing. Tak ada yang bodoh, tak ada yang kurang ajar.

 Semua "bagus" dan bisa dibantu untuk "lebih bagus lagi." Di sinilah perannya sebagai seorang guru, untuk memberdayakan muridnya agar bisa mengeluarkan potensi terbesarnya.

Sebagai guru ia memilih untuk menjadi fasilitator, bukan instruktur. Ia memilih untuk bertanya, dan bukan memerintah. Ia memberdayakan, bukan mengoreksi.

Hal yang sama dilakukannya juga untuk semua temannya.
Tak ada korban gossip di matanya, karena semua orang "bagus" dan "hebat."
Ia bisa melihat kebaikan dari semua hal-hal sampai yang terkecil.

Istrinya, anaknya, teman-temannya, semua adalah berlian-berlian dalam hidupnya yang benar-benar disyukurinya.
Tak ada yang buruk, semua bagus.

Pak Bagus tak bisa dibilang ganteng, tapi melihat wajahnya semua orang merasa teduh. Wajah yang senyum terus.

Ia tak bisa dibilang kaya raya, tapi ia selalu sejahtera, selalu bisa berbagi dan menjadi tangan di atas.

Rejekinya adaaaaa saja. Seakan keberuntungan selalu ada di pihaknya. "Hoki" kalau kata orang.

Ia jarang sakit, dan keluarganya pun jarang sakit. Jadi hemat sekali mereka sebagai keluarga.

Itulah dia Pak Bagus, sebuah karunia bagi semua yang ada di sekitarnya.

Karena kita semua tak bisa mengeluh, tak bisa bergossip, tak bisa marah, karena semua dijawab dengan, "Bagus itu!"

Dan teman-temannya yang sudah siap mengeluh pun jadi berfikir, "Ia juga ya. Keluhanku itu sebenarnya bagus. Kenapa nggak terfikir kemarin-kemarin ya?"

Nah, teman-teman, kalau ada yang mau mengeluh, bayangkan ada Pak Bagus di samping dan langsung saja bilang, "Bagus itu." Itu dulu.

Nanti otak kita akan langsung mencerna dan mencari "bagusnya" di mana. Otak pintar kok. Ia akan menyesuaikan diri pada kata-kata kita.

Kalau ada yang mau gossip dekat kita, langsung jawab, "Dia suka marah-marah? Bagus itu. Jadi kita tahu dimarahin itu nggak enak. Sekarang kamu punya jalan dapat pahala kan?"

Kalau ada yang kesal gara-gara kehilangan barang, "Bagus itu. Siapa tahu kamu kurang sedekah. Bagus cuma kehilangan barang itu. Kalau hidupmu yang diambil, gimana?"

Ada yang nangis baru bercerai,
"Bagus itu. Kamu bisa cari yang lebih bagus lagi."

Semua bagus...

Karena semua kejadian terjadi sebagai akibat atas perbuatan kita sendiri, dan semua mengajarkan kepada kita untuk menanam kebaikan, agar kita memanen kebaikan pula.

Kita saja yang seringkali sulit mencari hikmah di balik semua kejadian.

Semua orang pun baik apa adanya, karena di dalam diri semua orang, bersemayamlah Sang Maha Bagus.

Semua yang hadir dalam kehidupan kita memberi pelajaran, agar kita bisa lebih bagus lagi dalam hidup, lebih dekat lagi dengan sesama kita, dan bersedia mempersembahkan yang paling bagus buat sesama kita.

Semua bagus. Semua indah.😁