Tuesday, 22 October 2019


Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.

Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka

Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

kisah inspirasi
Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah Cinta.” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…

Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:

Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

“Akulah HARAPAN.”

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!
(emotivasi)
================
Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas :
  1. Hidup tak selamanya terang, adakalanyaangin berhembus, meredupkan "lilin-lilin" kita
  2. Dalam situasi dan kondisi sesulit apapun, jangan sampai kau putus harapan... terlebih harapan kepadaNya...
  3. dengan Harapan, insya Allah kita bisa bertahan dan dengan ijinNya kita bisa menyalakan "lilin" lain kehidupan kita

Sunday, 20 October 2019

Anakku adalah Raja

Mungkin, kita pernah melihat, seorang ibu di Minggu pagi tergopoh mengerjakan semuanya sendiri. Mencuci piring, menyikat kamar mandi, mencuci, mengangkat jemuran, mengepel, menjemur baju, memasak, ke pasar,...

Saat si ibu terlihat kepayahan mengangkat seember penuh cucian yang hendak dijemur, si putra remaja yang ada di dekatnya, diam saja membiarkan. Bahkan saat tetesan air ember yang menitik membecekkan lantai, si anak bujang tetap santai.

Ibu bergegas mengambil kain pel. Membungkuk dan tertunduk-tunduk mengeringkan lantai, si anak lanang (yang udah SMP/SMA/bahkan kuliah) malah mengangkat kaki ke kursi tanpa mengalihkan mata dari HPnya😔

Salahkah si anak yang tak peduli? Iya, salah...

Tapi anak bukanlah produk instan. Tentu ada penyebab kenapa dia tak tergerak menolong ibunya.

Selama ini, sudahkah kita sebagai orangtua telah mendidik putra kita bertahap untuk bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga?

Sering ibu-ibu bilang begini dengan nada santai :

"Lhaa....anakku wong lanang semua, mana ada yang bantu ibunya,"

"Yah namanya juga anak laki-laki. RAJA. mana mau ngerjain kerjaan perempuan,"

"Enak yaa kamu punya anak perempuan, ada yang bantuin, "

Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Aku menulis ini, berkaitan dengan keseharianku membaca curhatan prahara rumah tangga. Bahwa, pemantik perceraian tak melulu kesalahan besar seperti menyusupnya orang ke tiga. Banyak biduk yang oleng, karena istri merasa lelah sendiri. Apalagi kalo suami juga tak mapan secara financial sehingga istri harus terlibat membanting tulang. "Sama-sama bekerja, tapi kerjaan rumah aku berjibaku sendiri, dia enak-enakan main HP" begitu aduan yang kerap kuterima

Suami type begini, sering tak menghargai pekerjaan istrinya di rumah, karena dia tak pernah diajarkan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan itu. Jadi dia nggak tau, kalo pekerjaan rumah itu juga bisa menghasilkan lelah.

Putra kita, takkan selamanya bersama kita.

Dia milik masa depannya. Ada takdir yang akan menerbangkan sayapnya ke sebuah belahan bumi, yang mungkin saja berjarak puluhan ribu kilo dari kita.

Di sana, mungkin langka sumber daya manusia. Jadi tak ada pembantu. Bisa juga tak ada laundry kiloan, tak ada warteg, nggak ada go food, dan nggak ada dana juga buat manggil go clean.

Kalo tak dibentuk dari awal, mereka akan kelelahan beradaptasi, canggung dan bingung,  bahkan tak sedikit yang frustrasi.

Dan kelak, putra kesayangan kita, yang sekarang kita perlakukan bak raja, dia akan menikahi seorang putri kesayangan sebuah keluarga yang lain.

Lalu mereka hidup bersama dengan masa depannya. Lalu, apakah dia  selamanya dan seenaknya mengandalkan istrinya?

 Kebayangkah jika tak ada bantuan siapa-siapa, lalu saat istrinya sakit, hamil, melahirkan, lelah, lalu siapa yang akan menuntaskan segala kerjaan rumah?

Istri dari putra kita, adalah gadis kesayangan keluarganya. Kebayang gak sih? Duka mendalam di hati keluarga saat melihat betapa lelah putri tercinta mereka mengerjakan semuanya sendiri di saat badannya masih lemah, sementara sang suami, yang notabene adalah putra kita hanya bisa bengong dan ongkang-ongkang kaki?

Aku tak punya anak laki-laki. Dan seandainya  putriku diperlakukan begitu, terlepas soal dharma dan bhakti, aku nggak rela tenaga putriku diperas paksa.

 Aku mau putriku bahagia, bergandengan tangan dengan pilihan hatinya berbagi tugas secara adil, tak membuat lelah salah satunya.

Memang, mendidik dan mengajarkan anak laki-laki 'sepertinya' lebih membutuhkan kesabaran ekstra. Kita sering menyerah melihat hasil kerja mereka, udahlah lama, gak bersih, gak rapi, masih kotor, dll. Akhirnya, semua kerjaan rumah kita ambil alih. Harusnya kita lebih bersabar. Karena tak ada hasil bagus yang dibentuk instan dalam semalam.

Padahal, kerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, menyetrika, memasak, itu bukan hanya milik perempuan. Semuanya itu adalah KETERAMPILAN DASAR HIDUP

Pekerjaan-pekerjaan itu tidak memiliki jenis kelamin. itu adalah skill dasar yang harus dikuasai oleh siapa saja.

Keletihan mengajarkan mereka saat ini, yang akan terbayar dimasanya nanti.

Meskipun bagimu putramu adalah raja, maka jadikan dia raja yang bijaksana. Meskipun bagimu dia adalah raja, jangan sampai dia jadi raja yang nyebelin bagi istrinya.

Sekali lagi, bertahap, kita harus mengajarkan dan mendidik agar anak-anak kita, PUTRI MAUPUN PUTRA untuk menguasai pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Karena itu adalah KETERAMPILAN DASAR HIDUP 💖

menulis caraku menasehati diri sendiri. Memang tak mudah mendidik dan mengajarkan semua ini ke anak laki-laki. Tapi, tetap....ajarkan!

Jangan sampai putra kita kelak jadi suami yang nyebelin... 😔😔

Saturday, 8 September 2018

Membungkam Kebenaran

TENTARA musuh memasuki sebuah desa . Mereka menodai kehormatan seluruh wanita di desa itu, kecuali seorang wanita yang selamat dari penodaan.
Dia melawan, membunuh dan kemudian memenggal kepala tentara yang akan menodainya.

Ketika seluruh tentara sudah pergi meninggalkan desa itu, para wanita malang semuanya keluar dengan busana compang-camping, meraung, menangis dan meratap, kecuali satu orang wanita tadi.

Dia keluar dari rumahnya dengan busana rapat dan bersimbah darah sambil menenteng kepala tentara itu dengan tangan kirinya.

Para wanita bertanya : Bagaimana engkau bisa melakukan hal itu dan selamat dari bencana ini ?

Ia menjawab : Bagiku hanya ada satu jalan keluar. Berjuang membela diri atau mati dalam menjaga kehormatan.

Para wanita mengaguminya, namun kemudian rasa was-was merambat dalam benak mereka. Bagaimana nanti jika para suami menyalahkan mereka gara-gara tahu ada contoh wanita pemberani ini.

Mereka kawatir sang suami akan bertanya, Mengapa kalian tidak membela diri seperti wanita itu, bukankah lebih baik mati dari pada ternoda ..?

Kekaguman pun berubah menjadi ketakutan yang memuncak.
Bawah sadar ketakutan para wanita itu seperti mendapat komando.

Mereka beramai-ramai menyerang wanita pemberani itu dan akhirnya membunuhnya.
Ya, membunuh kebenaran agar mereka dapat bertahan hidup dalam aib, dalam kelemahan, dalam fatamorgana bersama.

Beginilah keadaan di negeri kita saat ini, orang-orang yang terlanjur rusak.
Mereka mencela, mengucilkan, menyerang dan bahkan membunuh eksistensi orang-orang yang masih konsisten menegakkan kebenaran, agar kehidupan mereka tetap terlihat berjalan baik.

Walau sesungguhnya penuh aib, dosa, kepalsuan, pengkhianatan, ketidak berdayaan, dan menuju pada kehancuran yang nyata.

Sebelum terlambat, pastikan kita berani berpihak kepada KEBENARAN.

Saturday, 21 July 2018

Landak Yang Kedinginan

Hari itu, udara sangat dingin. Salju mulai turun dengan ekstrimnya. Ternyata, musim dingin telah tiba. Tidak hanya manusia yang membutuhkan kehangatan agar bisa bertahan hidup, tapi juga para binatang.

Para binatang berbondong-bondong mencari tempat yang hangat. Seperti yang dilakukan sekelompok landak ini. Mereka memutuskan untuk tinggal secara bersama di dalam gua.

Karena hawa dingin yang semakin terasa, mereka mencoba mendekatkan diri satu sama lain. Ketika mulai berdekatan, duri-duri di tubuh landak ini mulai melukai teman-teman terdekatnya.

Rasa sakit itu, membuat landak-landak itu memutuskan untuk menjaga jarak kembali satu sama lain. Namun, ketika berjauhan, udara dingin itu membuat tubuh mereka terasa membeku. Jika seperti ini terus, mereka terancam mati.

Dalam keheningan, ada dua pilihan yang harus segera para landak tentukan. Terkena duri-duri temannya atau mati!

Akhirnya, setelah hening. Secara bijaksana beberapa landak mulai mendekatkan diri ke arah rekannya. Walau terkena duri dan terluka namun inilah cara terbaik untuk selamat dan bertahan hidup. Sebab, setidaknya mereka bisa merasakan kehangatan.

Dalam setiap hubungan, kita tidak bisa memilih hanya berhubungan dengan orang-orang yang sempurna saja. Ada saatnya, setiap individu harus bersikap bijaksana dan mengapresiasi setiap teman-temannya.

Karena dengan begitu, kehidupan akan lebih bermakna dan tentunya mampu bertahan dalam keadaan separah apapun.

There are times when lying to a friend is better than telling them the truth.

Saturday, 23 September 2017

Impact

Ketika aku muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah Dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah.

Maka cita-cita itupun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah Negeriku. Namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya.


Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah Keluargaku - orang-orang yang paling dekat denganku. Tapi celakanya merekapun tidak mau diubah!


Dan kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari: "Andaikan yang pertama kuubah adalah Diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah Keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki Negeriku; kemudian siapa tahu, akupun bisa mengubah Dunia."

Saat seseorang mau berubah, maka orang-orang di sekitar juga akan berubah http://echa-valent.blogspot.co.id/2012/05/racun.html?m=1

Tuesday, 21 February 2017

ANTRI DONK

MENGAPA GURU DI NEGARA MAJU LEBIH KHAWATIR JIKA MURIDNYA TIDAK BISA MENGANTRI KETIMBANG TIDAK BISA MATEMATIKA ? INILAH JAWABANNYA :

Seorang guru   di Australia pernah berkata :
“Kami tidak terlalu khawatir anak2 sekolah dasar kami tidak pandai Matematika”. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”

Saya tanya "kenapa begitu?”

Jawabnya :

1. Karena kita hanya perlu melatih anak 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran di balik proses mengantri.

2. Karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Sebagian mereka anak jadi penari, atlet, musisi, pelukis, dsb.

3. Karena semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak.

”Apakah pelajaran penting di balik budaya MENGANTRI?”

”Oh banyak sekali.."

1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.

2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya jika ia mendapat antrian di tengah atau di belakang.

3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal.

4. Anak belajar disiplin, setara, tidak menyerobot hak orang lain.

5. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri.
(di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri)

6. Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan berkomunikasi dengan orang lain di antrian.

7. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.

8. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.

9. Anak belajar disiplin, teratur, dan menghargai orang lain

10. Anak belajar memiliki RASA MALU, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.

11. Dan masih banyak pelajaran lainnya, silakan anda temukan sendiri..

FAKTANYA di Indonesia..

Banyak orang tua justru mengajari anaknya dlm masalah mengantri dan menunggu giliran, Sebagai berikut :

1. Ada orangtua yang memaksa anaknya untuk ”menyusup” ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi. Dan berkata ”Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja !!”  

2. Ada orangtua yang memarahi anaknya dan berkata ”Dasar Penakut”, karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian.

3. Ada orangtua yang memakai taktik atau alasan agar dia atau anaknya diberi jatah antrian terdepan, dengan alasan anaknya masih kecil, capek, rumahnya jauh, orang tak mampu, dsb.

4. Ada orang tua yang marah-marah karena dia atau anaknya ditegur gara-gara menyerobot antrian orang lain, lalu ngajak berkelahi si penegur.

5. Dan berbagai kasus lain yang mungkin pernah anda alami.

Yuk kita ajari anak-anak kita, kerabat dan saudara untuk belajar etika sosial, khususnya ANTRI.

Budaya SUAP dan KORUPSI juga dimulai dari tidak mau belajar mengantri.....

CARE to SHARE

Tuesday, 31 January 2017

CHIN CHAI

🔍 ADA 4 TIPE MANUSIA

1. Huang Ti Sen, Huang Ti Gu (Badan raja, tulangnya juga tulang raja).

Golongan ini untuk, orang kaya dan jiwanya juga kaya sehingga menggunakan kekayaannya untuk dinikmati, juga mau berbuat Amal / Kebajikan .

2. Huang Ti Sen, Ji Kai Gu ( Badan raja, tapi tulang pengemis ).

Golongan ini menggambarkan, orang kaya tapi tidak bisa menikmati uangnya.
Kerjanya sibuk terus menerus untuk mencari uang.
Jangankan untuk berbuat kebajikan, setiap tindakannya saja dihitung untung-ruginya.

Memiliki mobil bagus cuma bisa di-elus-elus saja, malah banyak supir atau pegawainya yang pakai...
Dunianya cuma toko atau tempat kerjanya.
Tahu-tau sudah tua...
(Banyak yang model gini disekeliling kita ).

3. Ji Kai Sen, Huang Ti Gu (Badan pengemis, tapi tulang raja).

Golongan ini menggambarkan, orang yang secara materi biasa-biasa saja, tapi bisa menikmati hidupnya.
Walaupun hidupnya pas-pasan, tapi bermental kelimpahan berjiwa sosial.

4 Ji Kai Sen, Ji Kai Gu (Badan pengemis, tulang juga pengemis).

Golongan ini paling parah, sudah miskin bermental pengemis... sudah kerja punya duit, mentalnya minta dikasihani terus, istilah kerennya bermental "poor me" atau kasihanilah saya.

Dalam menjalani kehidupan ini, jika kita benar-benar menjalankan ajaran kebajikan dengan benar, maka tidak mungkin bisa sampai terpuruk.

Yang mesti diingat bahwa, "Tidak punya uang itu hanya bersifat sementara, tapi kalau merasa Miskin itu Mental yang akan terus menempel dalam Pikiran & Perbuatan".

BELAJARLAH HIDUP CHIN CHAI

Orang tua selalu menasehati kita kalau mau hidup banyak sahabat, relasi yang baik, keluarga harmonis, dagangan lancar dan hidup menjadi santai dan enjoy, maka jadilah orang yang "chin chai".

Chin chai artinya tidak terlalu banyak perhitungan plus Easy Going.
Orang yang terlalu perhitungan setiap detik, otaknya dipenuhi dengan angka angka.
Jiwanya disesaki oleh dua kata yang paling penting dalam hidupnya yaitu UNTUNG dan RUGI.

Hatinya selalu Cemas dan Gelisah memikirkan bagaimana meraup keuntungan habis habisan dan memblokir semua bentuk kerugian.
Serambut kerugian dipandang serius dan besar bagai Gunung Semeru.

Suka Tarik Urat, bersilat lidah, ngotot dan gontok gontokan, hanya untuk masalah sepele.

Orang yang perhitungan tak pernah mau mengalah apa lagi memberi dan berkorban.

Sikap perhitungan membuat hidup tegang, kuatir, capek dan menderita.

Belajarlah menjadi CHIN CHAI

Orang 'chin chai' selalu mengalah dan memberi, toleransi dan pengertian, gampang bekerja sama, mudah diajak berunding, sehingga punya banyak sahabat.
Rejekinya lancar, hidupnya tenang, ceria dan tidak banyak "Gejolak".
Dia dan keluarganya hidup lebih sehat, harmonis, bahagia dan enjoy.

Memang benar nasihat orang tua,

CHIN CHAI adalah Kunci Hidup Sukses dan bahagia. GBU.. 🙏